PT Mass Rapid TVansit Jakarta mempercepat pelaksanaan pengeboran stasiun bawah tanah (underground tunnel) pada Agustus 2015.
Ketersediaan moda transportasi massal berbasis rel dibutuhkan lantaran Jakarta diproyeksikan menjadi salah satu tuan rumah pelaksanaan Asian Games 2018.
Direktur Utama MRT Jakarta Dono Boestami mengatakan pihaknya siap melaksanakan tahap pengeboran stasiun bawah tanah mengingat satu unit mesin bor terowongan [tunnel boring machine/ TMB) sudah telah tiba di Pelabuhan Tanjung Priok.
"TBM sudah ada di Tanjung Priok dan sedang kami rakit. Rencananya tahap pengeboran akan dimulai pada Agustus 2015 dan dilakukan di stasiun bawah tanah Bundaran Se-nayan, Jakarta Selatan," ujarnya, Kamis (4/6).
Dia menuturkan, awalnya, MRT Jakarta merenca-nakan pengeboran stasiun bawah tanah akan dilakukan pada akhir 2015. Setelah satu unit TMB sampai di Jakarta, perusahaan pun mulai merakit dan mengatur jadwal pengeboran stasiun bawah tanah.
Menurutnya, semua titik stasiun bawah tanah saat ini telah siap untuk dibor. Hal ini terjadi lantaran MRT Jakarta telah mempersiapkan konstruksi skala besar untuk membuat penguatan dinding dan kotak stasiun (station box). Station box tersebut akan menjadi pintu masuk bagi mesin bor terowongan.
Sebelum mesin bor datang, Dono menuturkan MRT Jakarta harus menyelesaikan beberapa pekerjaan fisik, a.l. pembuatan tempat penampungan sementara tanah galian sebelum diangkut (soil pond) dan dinding stasiun di sisi barat (guide wall) agar tanah tidak amblas saat dibor.
"Kami juga melakukan pembangunan stasiun bawah tanah di sepanjang koridor Sudirman-Thamrin. Selanjutnya, area kerja di sisi barat akan kembali ke median Jalan MH Thamrin untuk melanjutkan pekerjaan road decking dan pekerjaan struktur utama Stasiun Bundaran HI," katanya.
KENDALA
Meski pembangunan terus berlanjut, Dono tak menampik ada beberapa kendala yang dihadapi oleh MRT Jakarta. Faktor utama yang menghambat pelaksanaan konstruksi MRT di Ibu Kota adalah pembebasan lahan.
Direktur Konstruksi MRT Jakarta Muhammad Natsir menjelaskan pihaknya tak bisa mengoptimalkan pengerjaan proyek lantaran masih adanya lahan-lahan yang belum dibebaskan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Saat ini, kami hanya bergerak di titik yang status tanahnya sudah jelas. Kami tak tahu kapan hal itu bisa beres. Soal pembebasan tanah ini sudah diserahkan sepenuhnya ke Pemprov DKI," ujarnya.
Dia menambahkan pengeboran stasiun bawah tanah di Jakarta cukup menantang. Pasalnya, hal ini merupakan pengerjaan perdana yang dilakukan di Indonesia. Karena itu, kontraktor yang menangani pengerjaan tersebut harus melakukan investigasi status tanah sebelum memesan alat TBM.
Selain kendala fisik, Natsir mengungkapkan ada hambatan di sektor finansial. Biaya pembangunan MRT sendiri terancam membengkak sebesar Rpl,38 triliun menyusul tak kunjung tuntasnya pembebasan lahan di sejumlah tempat, perubahan terhadap standar penggunaan besi baja, dan perubahan rancangan.
Besaran tersebut didapat dari hasil penghitungan konsultan Jepang yang mengurusi proyek pembangunan MRT tahap satu. Biaya pembangunan MRT tahap pertama dikucurkan dalam dua tahap oleh Pemerintah Jepang.
"Soal kelebihan biaya masih dibahas oleh PT MRT Jakarta, Pemerintah Pusat, dan Pemprov DKI."
Sebelumnya, Kepolisian Republik Indonesia menghibahkan lahan seluas 1,2 hektare yang terletak di perbatasan Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (Feni Freycinetia-Bisnis Indonesia)